Selasa, 16 Agustus 2016

Pacitan Day 2, Sungai Maron dan Pantai Klayar

Hari Selasa, kami cek out pukul 9 pagi dari homestay untuk meluncur ke Sungai Maron yang jaraknya cukup dekat dari Pantai Watukarung. Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit saja, kami sudah tiba di sana.

Biaya masuk 3ribu rupiah per orang, anak-anak tidak dihitung. Dari loket di depan, kami masuk ke sebuah gang kecil, yang hanya cukup untuk satu mobil saja. Jalan ini lumayan bikin tegang. Bayangkan, kalau bersimpangan dengan sepeda motor saja, sepeda motornya harus benar-benar minggir dan berhenti, apalagi kalau harus bersimpangan dengan mobil? Mana jalan menuju ke tempat parkir lumayan jauh lagi?

Dan ketakutan kami benar-benar terjadi ketika pulang. Yak, kami harus berhadapan dengan sebuah truk. Bayangkan. Di jalan yang hanya cukup satu mobil itu, harus bersimpangan dengan truk bagaimana caranya?

Selama beberapa detik kami saling diam berhadapan. Cieee..
Hingga akhirnya ada penjaga yang datang untuk membantu memberi arah. Dia menyuruh kami mundur agak jauh, sampai menemukan jalur agak lebar.

Jadi, memang di beberapa titik, ada jalan yang sedikit agak lebar, mungkin gunanya ya untuk bersimpangan mobil seperti ini. Tapi, apa benar ini cukup untuk mobil dan truk?

Setelah menepi dengan sangat hati-hati, (karena kalau tidak, resikonya terperosok jatuh ke dalam sungai), akhirnya bisa juga bersimpangan dengan truk itu. Walaupun jarak antara body truk dan body mobil mepeeeeeett sekali, bikin ngeriii..

Tempat parkir wisata Sungai Maron berupa tanah lapang yang cukup luas. Saat itu, kami adalah pengunjung pertama. Ongkos sewa satu perahu dibanderol 100ribu rupiah, bisa untuk 4 sampai 5 orang.

Awal naik, sempat deg-degan. Saya tidak berani bergerak sedikitpun. Saya juga selalu mewanti-wanti Asha supaya tidak bergerak, takut perahunya tidak seimbang. Tapi lama-kelamaan, akhirnya terbiasa juga.



Dari awal berangkat sampai kembali ke tempat semula, memakan waktu kira-kira 45 menit. Sungainya cukup lebar, dengan pemandangan berupa kebun kelapa, pepohonan dan semak-semak, juga ada dua tebing. Hijauuuu banget.
Di ujung sungai ada Pantai Ngiroboyo. Jika turun di pantai, tiap orang harus bayar lagi 5ribu rupiah. Kalau tidak turun ya tinggal diputar perahunya, dan balik lagi menyusuri jalan yang sama ke tempat semula.




Ujung sana ada Pantai Ngiroboyo

Sebenarnya pemandangannya bagus. Tapi buat saya, duduk diam dalam perahu selama itu, dengan pemandangan yang sebagian besar sama, yaitu dedaunan dan pohon kelapa, membuat saya bosan. Saya ingin cepat-cepat sampai dan turun dari perahu. Ternyata ibu mertua juga merasakan hal yang sama. Tapi bagi Asha dan Papi, mereka sangat menikmati :)

Setelah turun, kami mampir di warung dekat dermaga. Itu adalah satu-satunya warung yang buka waktu itu. Mungkin karena hari kerja, jadi pengunjungnya juga sepi. Di sana, kami memesan mie instan plus telur 2 porsi dan nasi bandeng plus sayur 2 porsi. Per porsi dihargai 7.500 rupiah. Harga minumannya pun juga wajar. Buat ibu mertua saya, sayurnya enak, bumbunya pas di lidah. Jarang-jarang lho beliau sampai memuji begitu.

Dari Sungai Maron, kami lanjut ke Pantai Klayar. Jalanannya sedang ada pelebaran jalan. Bisa dilewati mobil, tapi harus pelan-pelan dan super hati-hati. Pasalnya, jalanan yang harusnya 2 jalur itu, berubah menjadi 1 jalur saja, karena di kiri dan kanan jalan dipenuhi tumpukan batu kapur. Selain itu, jalannya juga menanjak. Waktu itu saya hanya berdoa semoga mobil kami tidak bersimpangan dengan mobil lain. Bisa berabe nanti.

Jalanan satu jalur yang mendaki itu ada di jalanan sebelum foto ini. Waktu di jalan itu, saya tidak berani mengambil foto, hanya sempat berdoa terus. Di sini, kami harus berhenti sebentar, menunggu truk mengangkut material jalan.

Ini jalan setelahnya yang sudah bisa dilalui 2 mobil.

Sampai di Pantai Klayar, wow.. indah sekali pantainya. Kami langsung parkir mobil tepat di depan pantai. Setelah turun dari mobil, langsung ditawari naik ATV untuk menuju ke Seruling Samudera karena memang jaraknya yang agak jauh. Sekali sewa ATV dihargai 50ribu. Sudah dapat fasilitas antar jemput, tanpa batasan waktu.
 
Waktu itu, angin bertiup kencang sekali. Ombaknya bergulung-gulung ganas, ketika menabrak karang langsung menciptakan efek deburan air yang wow..
Seruling Samudera juga sering sekali "bereaksi" dengan memuncratkan air keluar dari lubangnya.

Tarifnya

View waktu masuk area parkir


Ombaknya ganas

Sayangnya, karena kondisi seperti itulah, pengunjung tidak diijinkan mendekati seruling samudera, berbahaya. Akhirnya hanya bisa naik ke atas bukit untuk melihat seruling samudera dan pemandangan pantai dari atas.

Mungkin karena hari kerja, banyak warung-warung yang tutup. Untungnya masih ada beberapa yang buka. Kami sempat memesan 3 buah es kelapa muda utuh, masing-masing dihargai 10ribu rupiah saja. Harga yang wajar. Masih ingat dulu di Bali dihargai 25ribu :)

View pantai dari atas bukit

View pantai sebelah kiri bukit

Seruling samudera. Karena angin sedang bertiup kencang, jadi muncratan airnya tidak bisa tinggi tersapu angin.


Deretan warung di bawah bukit


Yangti dan Asha mejeng di atas ATV

Dari Klayar, tujuan kami langsung meluncur ke Pacitan kota untuk segera cek in dan beristirahat di Surfing Bay Cottage. Lokasinya ada di dalam kawasan Pantai Teleng Ria.

Perjalanan memakan waktu sekitar 1 jam. Begitu masuk ke kawasan Pantai Teleng Ria, kami ditarik uang masuk 10ribu per orang. Ketika mau membayar, kami sempatkan bertanya dulu, "kami mau cek in di Surfing Bay Cottage, apakah harus membayar juga?"
Ternyata, tidak. Kami bebas masuk free.

Tentang Surfing Bay Cottage, bisa dilihat di SINI.

Malamnya kami jalan-jalan di sekitar pantai, lalu berhenti di sebuah warung di sana. Namanya Warung Jampi Sayah . Kami memesan 2 ikan bakar ukuran sedang dan besar, satu porsi nasi goreng, nasi plus lalapan dan minuman untuk 4 orang, totalnya 85ribu.
Rasanya enak. Sambalnya mantab. Harganya masih wajar. Recommended..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar