Selasa, 24 Maret 2015

Telaga Sarangan dan Bluder Madiun



Hari Sabtu kemarin, kami sekeluarga berangkat dari Kediri ke Telaga Sarangan untuk menghadiri acara reuni SMA Ibu waktu di Madiun dulu. Karena kemarin termasuk long weekend, jadi sesuai perkiraan, rute jalan antara Nganjuk-Saradan macet. Jarak Kediri-Madiun yang biasanya bisa ditempuh dalam waktu 2 jam, kemarin harus molor sedikit menjadi 3,5 jam.

Situasi di Telaga Sarangan pun sudah bisa diprediksi, ramai gilaaa.. Mobil kami bahkan sempat terjebak tidak bergerak karena saking sempitnya jalan, sedangkan di kanan kiri jalan sudah dipenuhi dengan mobil yang parkir, ditambah dengan bus-bus pariwisata yang seenaknya berhenti di tengah jalan untuk menurunkan penumpang yang seperti tidak ada habisnya, lalu juga para pejalan kaki, sepeda motor dan kuda saling berusaha untuk mendahului.

Pintu masuk menuju Telaga Sarangan. Tarif dewasa 7.500, anak-anak 5.000
Kendaraan roda2 2.500, roda4 5.000


Suasana sekitar telaga setelah kemacetannya terurai


mejeng dulu setelah cek in di hotel Asia Jaya


Yang khas dari Telaga Sarangan adalah :

1.       Naik boat. Saya tidak sempat bertanya berapa harganya.

2.       Naik kuda mengitari kawasan tepi telaga yang berjarak sekitar 3km, jauh juga ya.. Salah satu misi yang wajib dilakukan ketika mengunjungi Sarangan adalah naik kuda. Asha sangat semangat diajak naik kuda, seperti Sherrif Callie yang naik Sparky katanya. Satu kali putaran dihargai 60ribu.

Kuda ada di mana-mana


Asha dan Papi setelah jalan-jalan keliling telaga


3.       Sate kelinci. Di sini penjual sate kelinci berceceran dimana-mana. Tapi tidak perlu bingung mau memilih yang mana, karena baik rasa dan harga semuanya sama. 10 tusuk dibandrol 10ribu, kalau pakai lontong tinggal tambah 2 ribu saja. Kemarin saya sukses makan 3 porsi alias 30 tusuk sate kelinci, saking gak mau ruginya sudah jauh-jauh ke sini hehehehe..




Di sepanjang perjalanan, banyak kebun dan penjual buah strawberry. Saya tidak tahu harga jual di para penjual pinggir jalan itu, tapi saya sempat beli strawberry di kawasan Telaga Sarangan, harga mika besar 10ribu, mika kecil 5ribu. Langsung deh borong 5 mika besar untuk Asha, dapat bonus 1 mika kecil.

Sepulang dari Telaga Sarangan, kami mampir ke Madiun untuk mengambil roti bluder yang sudah kami pesan sejak hari Sabtu pagi. Kalau pergi ke Madiun, rasanya tidak lengkap kalau tidak beli roti bluder ini. Rasa rotinya itu lho, maknyus, menul-menul dan mantabbb.. Harganya 70ribu isi 10 biji.


Dulu, roti bluder terkenal dari Madiun hanya ada satu, yaitu Bluder COKRO. Lalu suatu hari adek ipar saya pernah menelpon bluder Cokro untuk memesan, tapi ternyata nyambungnya ke Bluder Kresna padahal nomor teleponnya sama. Ada apa ini? Kenapa nomor teleponnya sama, tapi mereknya ganti? Atau jangan-jangan mereknya memang ganti? Akhirnya kami memutuskan memesan bluder Kresna itu, dan ternyata rasanya memang sama. Jadi kami simpulkan bahwa mereknya berubah.

Tapi eh tapi, kami mendengar kabar bahwa Bluder Cokro masih ada, lalu kenapa sekarang ada 2? Kalau ini pesaing, kenapa pakai nomor telepon Cokro yang dulu?

Akhirnya kami pun membayangkan sebuah cerita sinetron..

Jaman dulu kala, ada sebuah keluarga kaya raya karena bisnis roti bluder yang sukses. Tapi kemudian, terjadilah sengketa antara dua ahli waris, yang pada akhirnya mengharuskan hak waris bluder dibagi dua. Yang satu dapat mereknya, yaitu COKRO, dan satunya dapat nomor teleponnya, yang kemudian mendirikan merek dagang KRESNA.. (ini hanya perkiraan kami saja, karena kami tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya hehehehe..) Ada juga yang bilang bahwa pemilik bluder Cokro dulu sekarang mendirikan bluder Kresna, sedangkan pemilik Cokro sekarang sudah berubah. Entahlah..

Tapi bagi saya sih yang mana saja tidak masalah, karena rasa dan harganya sama, beda bungkusnya saja. Kalau tidak bisa pesan di Kresna ya pindah ke Cokro, dan sebaliknya. Yang membedakan mungkin hanya dari segi fisik tokonya. Bluder Kresna (katanya sih) memiliki toko khas toko oleh-oleh, terlihat langsung dari jalan.

Tapi Bluder Cokro, bahkan tokonya tidak terlihat dari jalan (seperti tidak ada tokonya), hanya ada tulisan besar di kanan jalan lalu ada sebuah jalan masuk. Kalau tidak ada tulisan Bluder Cokro, saya mungkin mengira bahwa jalan masuk itu adalah jalan masuk menuju ke sebuah bengkel, benar-benar tidak terlihat seperti toko roti atau toko oleh-oleh. Bahkan tulisan itu pun tidak akan terlihat jika tidak dari jarak yang sangat dekat, karena tertutupi pohon-pohon pinggir jalan. Intinya, hanya orang yang sudah hafal lokasinya saja yang akan tahu, jika tidak, hampir bisa dipastikan Bluder Cokro akan terlewat begitu saja.

UPDATE 25 April 2016 :
Sekarang, di kota saya tercinta Kediri, sudah ada satu toko yang setiap hari menyediakan Bluder Cokro, yaitu Toko Idjo di Jalan Brawijaya.  Harganya dibandrol 8.500 per biji (untuk rasa coklat, kismis dan keju). Beli per kotak boleh, beli eceran juga boleh, harga sama. Asik nih, kalau sewaktu-waktu ngidam bluder madiun, tidak perlu jauh-jauh ke Madiun, Yeeeeyyy.. 

Selasa, 17 Maret 2015

Belajar menjahit baju untuk Asha

Sejak awal pindah ke Mojokerto, saya sudah tertarik dengan dunia jahit menjahit. Tapi pengetahuan dan kemampuan jahit masih nol waktu itu. Jadi saya memakai mesin jahit lama milik bapak mertua yang nganggur di rumah untuk belajar. Jadilah saya boyong itu mesin jahit ke Mojokerto.

Bagaimana awalnya saya belajar menjahit bahkan sempat saya buatkan blog tersendiri ( cobacobajahit.blogspot.com ). Bermimpi bahwa ketika suatu hari nanti saya sudah sukses menjadi pengusaha pakaian, saya akan memiliki sebuah blog yang menyimpan semua kenangan ketika awal belajar menjahit, dan membacanya lagi pasti akan sangat menyenangkan, hahahaha..

Awalnya ingin belajar menjahit untuk membuat baju. Tapi setelah mengetahui kenyataan bahwa membuat baju tidak sesederhana yang saya bayangkan, akhirnya saya beralih ke pembuatan tas. Saya sempat membuat beberapa buah tas, dari yang kualitasnya ancur, sampai yang lumayan lah. Walaupun kemudian saya vakum menjahit ketika hamil Jasmine, dan blognya ikut vakum sampai sekarang.

By the way, beberapa minggu kemarin saya membeli sebuah kain pink yang lucu dari toko kain kiloan baru di Kediri. Melihat kain itu membuat saya membayangkan betapa cantiknya kain itu jika dibuat baju untuk Asha. Akhirnya muncul lah keinginan untuk menjahit baju lagi, tentu saja saya pilih model yang simpel dan yang tanpa pola pun bisa dibuat. Dan hasilnya seperti ini..


Karena menurut saya baju ini menuai kesuksesan, saya ingin membuatkan baju lagi dari kain batik warna putih yang sudah saya simpan sejak menikah dulu. Yang satu ini, bisa dibilang "agak" menggunakan pola, walaupun asal-asalan. Dan hasilnya memang nggak karu-karuan, selain karena kekurangan bahan kain, ukurannya juga tidak pas, jadi perlu ditambal sana sini. Tapi so far, lumayan lah, masih bisa dipakai sehari-hari di rumah :)


Setelah membuat dua baju tadi, saya seperti kesetanan. Langsung ingin membuat baju lagi. Proyek kali ini adalah membuat baju princess yang rok nya mekar seperti di kartun-kartun itu, dari bahan kain batik coklat, yang juga sudah saya simpan sejak menikah ( ya, saya memang menyimpan banyak kain sejak menikah hehehehe). 

Setelah sempat stress beberapa kali di tengah jalan karena bingung bagaimana cara menjahit yang benar, bagaimana cara menyatukan dan mewujudkan gambaran baju yang ada di imajinasi, akhirnya bajunya jadiiii...
Taraaaa...

 yang kanan baju baru jadi alias masih polosan, 
yang kiri setelah ditambah hiasan dan bros

Ah, semua keringat, terkurasnya tenaga dan air mata terbayar sudah.. (Agak lebay dikit gpp dong hihihihi..)

Oya, kenapa saya hanya membuat baju untuk Asha saja? Karena terus terang saya malas kalau membuatkan baju untuk Jasmine. Bukan karena Jasmine anak pungut, bukan, tapi karena baju Jasmine masih banyak, sedangkan sekarang dia lagi masa pertumbuhan. Jika saya membuatkannya baju, bisa-bisa hanya dipakai sebentar sudah tidak cukup. Kalau buat Asha kan enak, kalau sudah tidak cukup, bisa diwariskan untuk Jasmine, hehehehehe..