Selasa, 10 November 2015

Hari ketiga di Bali

Pagi hari ini kami agak bersantai-santai dulu, sambil memuaskan hasrat berenang Asha. Air kolamnya cenderung hangat, jadi walaupun berenang lama, badan Asha tidak terlihat menggigil sedikitpun. Rencananya kami berangkat ke tujuan pertama sekalian cek out saja pukul 10 pagi. Tujuan pertama kami adalah Krisna. Kami kembali ke sini karena ada beberapa oleh-oleh yang kemarin belum terbeli. 

Tujuan berikutnya adalah Waterblow. Tapi sebelum itu, cari rumah makan padang dulu di perjalanan untuk makan siang. Ketemulah RM. Minang Damai di Jalan By Pass Ngurah Rai, tepatnya di depan Sinarmas dan SMK Nusa Dua. Makan 5 porsi totalnya 109ribu. Rasanya mantab, memuaskan, recommended..


Untuk ke waterblow, kami juga hanya mengandalkan GPS. Begitu masuk ke Nusa Dua, suasananya sudah berbeda. Kita seolah-olah masuk ke sebuah kawasan elit yang indah, private, rindang, sejuk dan bagus. Hingga akhirnya kami sampai di jalan yang ditutup portal. Ternyata, untuk ke waterblow memang harus jalan kaki dari tempat parkir di samping portal itu. Sepanjang jalan setelah memasuki portal, kami disuguhi pemandangan taman yang indah. Lalu agak ke dalam kita bisa melihat pantai di kanan dan kiri kita. Pantainya sepi, cocok untuk foto-foto. Lalu kami harus melewati sebuah tanah lapang yang luas, kering dan panas. Baru deh sampai di lokasi waterblow. Masuk di sini juga gratis, bahkan parkirnya pun tidak bayar ( karena memang tidak ada tukang parkirnya).


 


 

 

Kami sampai di sana tengah hari, sekitar pukul 1 siang. Mungkin itu bukan waktu yang tepat ya, soalnya waktu itu jarang sekali terjadi "BLOW"nya, alias cipratan air ke atas itu. Sebenarnya ketika terjadi blow, sangat bagus. Hanya saja karena blownya jarang terjadi, jadi terasa sedikit membosankan. Jadi saran saja yang mau ke sana, carilah waktu yang tepat, mungkin pagi hari ya, sebelum jam 9.30, ketika air belum surut. Atau sore di atas jam 4 ketika air mulai naik.





Tujuan kami selanjutnya adalah Pantai Suluban atau Blue Point Beach. Kabarnya, untuk mencapai pantai ini, kami harus jalan menuruni anak tangga yang panjang. Berangkatnya sih mungkin oke ya, pulangnya itu yang ga bisa bayangin. Di Pantai Padang-padang aja ngos-ngosan, apalagi di sini. Jadi, rencananya kami hanya melihat-lihat pemandangan dari atas saja. Tidak perlu turun ke bawah. 

Tapiiiii takdir berkata lain. Jalan yang ditunjukkan mbak GPS ternyata sedang dalam perbaikan, otomatis kami harus putar arah. Karena sepertinya hanya itu jalan ke Pantai Suluban, akhirnya kami menyerah dan berubah tujuan menjadi Pantai Pandawa. Dan anehnya, mbak GPS tetap ngeyel menyarankan lewat jalan rusak itu tadi. Terpaksa lah kami mencari jalan alternatif sendiri, menyusuri jalan tikus yang kecil. Untungnya jalan ini sepi, andaikan kami papasan dengan mobil lain di sini, pasti akan kesulitan. Entah ini jalan yang benar atau tidak, nekat saja, nyasar-nyasar deh gak papa.

Alhamdulillah ga nyasar. Jalannya benar. Begitu ketemu jalan besar, si mbak GPS akhirnya mau memberi rute yang baru. Tapi kemudian, rutenya belok ke sebuah jalan yang sempit sekali. Kami menurut saja, karena kami memang buta arah di sini. Ternyataaaa jalan itu buntu sodara-sodara, kami disuruh putar balik sama orang yang jaga di situ. Kami dikerjain mbak-mbak GPS lagiiiiii... Ini kalo saya ketemu si mbak ini, sudah saya jitak kepalanya.




Ketika mendekati Pantai Pandawa, suasanya mulai terasa. Tebing-tebing di pinggir jalan diratakan, seolah dibentuk rapi, cantik. Di tebing sebelah kiri ada patung masing-masing tokoh Pandawa. Begitu sudah mendekati pantainya, jalannya menjadi bercabang. Kami yang tidak tahu itu, langsung jalan lurus saja. Di sana kami menemukan parkiran mobil yang sepi, hanya ada beberapa mobil saja. Di pantainya juga sepi. Heran, di pantai lain ramai, di sini kok kayak kuburan gini?



Ternyata, pusat keramaian terletak di belokan ke kanan tadi. Di sana mobil yang parkir sangat banyak. Tapi kami bersyukur sudah pergi ke wilayah yang sepi tadi. Enak, sepi, berasa pantai pribadi, hehehehe...

Biaya masuk ke Pantai Pandawa adalah 10ribu per orang, dan 5ribu untuk mobilnya. Tapi yang aneh, kami sudah di charge 40ribu, tapi hanya diberi 3 karcis. Ini orangnya lupa atau dikorupsi? Mungkin aja orangnya lupa ya..





Next, makan di Furama Cafe.
Begitu mendekati kawasan Jimbaran, tiba-tiba hujan turun, gerimis tepatnya. Untungnya cuma sebentar. Kami sampai di lokasi tepat pukul 4 sore, dan gerimis baru saja reda. Semua cafe di sepanjang pantai baru mulai mempersiapkan meja dan kursi, dan kami adalah pelanggan pertama. Karena suasananya masih mendung, Papi memilih bangku di cafenya saja, yang outdoor tapi masih ada atapnya, bukan yang di pantai, khawatir hujan kembali turun (dan ternyata benar gerimis kembali turun sekitar 20 menit kemudian). 

Kami langsung menunjukkan voucher yang sudah kami terima via email ke mbak pramusajinya. Karena kami pelanggan pertama, penyajian makanannya sangat cepat. Untuk rasa, semua cukup enak. Saya paling suka kerangnya, bumbunya mantab. Kekurangannya hanya di cumi goreng tepungnya yang sangat alot sampai tidak bisa dimakan.



Sensasi makan dengan menikmati pemandangan laut cukup menyenangkan. Setelah makan, kami bersantai dulu sementara  Papi dan Jasmine main-main di pantai. Ketika mau kembali, ada turis China yang mendekati Papi dan meminta ijin untuk mengajak Jasmine berfoto.
" Can i take a picture with your daughter?"
" She is so cute. She has a big eyes."

Katanya, neneknya merasa gemas melihat Jasmine yang dari tadi main-main di pantai, dan ingin berfoto dengannya. Setelah berfoto, si pemudi China ini berlari mengejar Papi dan memberikan sejumlah uang. Tentu saja Papi menolak. Tapi walau ditolak bagaimanapun, dia tetap memaksa. Katanya ini pemberian neneknya. Anggap saja kenang-kenangan. Okelah, akhirnya diterima.
Lucu juga mengingat kejadian itu. Biasanya orang kita yang mengajak bule foto, ini turisnya yang mengajak anak lokal foto :)


Berikutnya langsung ke bandara. Menurut saya, Bandara Ngurah Rai ini jauh lebih glamour dari Bandara Juanda. Ini sih lebih mirip mall kelas atas, yang harga makanannya minimal 100ribu per porsi. Gilak.. 

Kata temannya Papi, Lion Air itu apalagi kalau penerbangan malam, PASTI delay. Tapi alhamdulillah jadwal kami tepat waktu, hanya molor 5 menit saja. Justru Garuda yang malam itu mengumumkan delay 1 jam. Karena suasananya sedang mendung bahkan sempat hujan, di dalam pesawat sering terjadi goncangan kecil di sepanjang perjalanan. Baru tanda lepas sabuk pengaman dimatikan, sudah dinyalakan lagi, dan terus dinyalakan sampai turun. Deg-degan dong.. Tapi alhamdulillah kami landing dengan selamat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar