Selasa, 10 November 2015

Hari kedua di Bali

Untuk mengawali pagi ini kami berencana pergi ke Pulau Penyu. Sebelumnya, kami sudah booking sebuah Glass Bottom Boat di BASUKA watersport via online. Kami sengaja datang sesuai jam buka supaya kondisinya belum ramai. Dan ternyata memang benar, kami adalah pelanggan pertama. 

Begitu datang, kami langsung disambut ramah oleh Mas Gung. Dia menjelaskan detail-detail ke Pulau Penyu, dan jika kami ingin tambah watersport yang lain, kami akan dikenakan sesuai harga online nya, yang mana lebih murah dari harga jika booking langsung. Waktu mau berangkat, Mas Gung memberi kami satu plastik roti tawar. Saya pikir ,"wah, dapat roti nih, lumayan mumpung belum sarapan. Tapi kok semutan gini ya rotinya?"

Ternyata itu roti buat makanan ikan. Hahahahahahahaha...

Cuss.. langsung naik kapal ke Pulau Penyu. Jaraknya sih dekat ya, mungkin hanya ditempuh selama kurang lebih 10 sampai 15 menit saja. Di tengah perjalanan, kami berhenti di satu spot tempat berkumpulnya ikan. Di situ kami mulai memberi makan ikan dengan roti tawar tadi. Ikannya pada berebutan ke atas. Bagus..



Sampai di Pulau Penyu, kami adalah pengunjung pertama yang datang. Suasananya masih sangat sepi. Asiiikk..

Masuk ke dalam kami membayar biaya Rp 10.000 per orang untuk membantu perawatan penyu. Kami ditemani oleh seorang tour guide, yang mengajak kami berkeliling Penyu Farm. Di dalamnya, ada banyak penyu mulai yang kecil usia 3 bulan, sampai yang ukuran besar berumur puluhan tahun. Di sana juga ada binatang lain yang bisa disentuh dan diajak berfoto gratis seperti kelelawar, iguana, burung elang, burung rangkok dan ular phiton.

pengunjung pertama nih..

pintu masuk Turtle Farm

aneka macam penyu berbagai usia

foto dengan penyu, memberi makan penyu, boleh juga nyemplung langsung ke kolamnya..

Setelah berkeliling, sang guide mempersilakan kami duduk-duduk untuk istirahat dulu sambil menawarkan makanan dan minuman. Kami membeli 4 buah kelapa muda utuh yang masing-masing dihargai 25ribu. Mahal juga ya.. Asha naksir sebuah kalung yang dipajang di rak souvenir. Kalungnya sederhana. Talinya hitam polos dengan bandul aneka bentuk. Karena harganya 60ribu per bijinya, kami batal membeli di sana. Kemahalan bo.. Mending beli di Krisna aja deh..

foto dengan aneka binatang

 mari pulaaaang..

Sekembali dari Pulau Penyu, si Papi ingin mencoba parasailing. Itu lho, sensasi menggunakan parasut yang cara terbangnya ditarik oleh sebuah speed boat. Harga yang diajukan Mas Gung adalah 150ribu. Tapi si Papi menolak, karena seingatnya, harga yang tertera di web onlinenya adalah 85ribu. Akhirnya dikasih juga harga 85ribu. Terbangnya sebentar banget. Baru juga terbang, hanya satu putaran, sudah turun lagi. Tapi lumayan sih untuk pengalaman, paling tidak jadi tahu bagaimana sih rasanya parasailing itu.

Siangnya lanjut cari makan siang di sebuah rumah makan padang di daerah Universitas Udayana. Kami dapat rekomendasinya dari sebuah blog juga, katanya di situ murah dan enak. Ketemulah RM. Padang Takana Juo. Tempatnya sempiiit sekali, hanya cukup untuk 4 set meja kursi saja. Kami pesan 4 porsi untuk dimakan di tempat, dengan lauk masing-masing rendang daging, babat, ikan goreng dan ayam goreng. Plus 1 porsi dibungkus nasi dan ayam goreng saja untuk Asha. Minumnya 5 teh botol dan 1 krupuk. Totalnya 100ribu bulat.

Rasanya enak dan memuaskan. Lauknya besar-besar. Babatnya agak alot dikiiitt, tapi masih bisa dikunyah kok, tidak melawan. Overall, recommended..


Misi selanjutnya adalah mencari masjid atau musholla terdekat, atau yang searah dengan tujuan kami berikutnya, yaitu Pura Uluwatu. Dari GPS milik Dhinta, dia menemukan satu masjid di daerah Badung. Oke, kami ke sana.

Tapiiiii.. setelah sampai di tujuan, kami tidak bisa menemukan masjidnya. Akhirnya kami memutuskan lanjut ke Pura Uluwatu sambil mencari masjid selanjutnya. Dan ketemulah sebuah masjid di kawasan Jalan Pantai Jimbaran. Kami pun ke sana. Tapi lagi, setelah kami sampai di lokasi yang dimaksud, ternyata zonk juga. Tidak ada masjid di sana. OMG... kami dibohongi mbak-mbak GPS dua kaliiii..

Dan sampai kami tiba di Pura Uluwatu pun, kami tidak bisa menemukan masjid. Saya sangat suka suasana di sana. Tempatnya luas, puranya cantik, dan yang sangat menonjol adalah kebersihannya. Tempat sampah ada di mana-mana.

Walaupun tulisannya 20ribu untuk dewasa dan 10ribu untuk anak-anak, tapi nyatanya kami hanya dicharge 15ribu untuk dewasa, dan anak-anak free


 




 

Ada kejadian lucu di sini. Jadi ceritanya, rombongan kami berpisah jadi dua grup. Saya bersama Jasmine dan Yangti, sedangkan si Papi bersama Asha dan Dhinta. Waktu grup saya sedang menunggu grup Papi, ada seekor monyet yang mendekati kami. Monyet itu tiba-tiba mendekati Jasmine yang saat itu sedang berdiri dan menarik-narik sepatu kanannya. Karena khawatir kaki Jasmine akan tercakar, saya buru-buru mengangkat dan menggendongnya. Tapi justru itulah yang memudahkan si monyet untuk mengambil sepatu Jasmine. 

Saya dan Yangti hanya bisa menjauh sambil melihat si monyet memain-mainkan dan menggigit-gigiti sepatu Jasmine. Mau diambil kok gigi si monyet tajam-tajam banget ya.. ga berani ah.

Kejadian itu menarik perhatian para bule yang ada di situ. Awalnya hanya ada 2 bule perempuan yang sedang merekam bergantian antara Jasmine dan si monyet. Lalu datang lagi dan lagi, hingga akhirnya ada sekitar 10 orang bule yang berkumpul dan mengerumuni si monyet, yang masih asyik menggigiti sepatu Jasmine. Beberapa bule merekam, dan beberapa bule lainnya mencoba membantu mengambil sepatu itu kembali. Mereka memberi si monyet makanan, tujuannya supaya si monyet mau menukarnya dengan sepatu. Tapi tidak, si monyet mengambil makanan itu dengan tetap memeluk erat sepatunya. Dasar monyet licik !!!!

Saat hiasan berbentuk hati mulai lepas tergigit, saya mulai putus harapan. Haduh, rusak deh.. Tapi bule-bule itu tidak menyerah. Mereka membawa tongkat kecil, mencoba menakut-nakuti si monyet tanpa menyakitinya, tapi tidak mempan. Sampai kemudian bagian lidah sepatunya terlepas juga. Saat itu semuanya, termasuk kami, menyerah karena sepatunya toh sudah rusak. Si bule yang membawa tongkat tadi pergi sambil bilang ke saya ,"it's finished."

 sepatu naas yang sudah sobek dan bolong kena gigitan monyet

Ketika kami hendak pergi, ada seorang pawang yang datang dan membantu kami mengambil kembali sepatu Jasmine. Walaupun agak telat, tapi tidak apa-apa. Kami tetap berterima kasih, karena walau sudah tidak utuh lagi, paling tidak sepatunya masih bisa dipakai.

Kemudian Dhinta bergabung dengan kami. Saat istirahat, ada 2 orang laki-laki yang memberitahu kami ,"mbak, anaknya nangis tuh, sandalnya diambil monyet."
Kami sempat bingung, awalnya kami mengira bahwa yang dimaksud orang itu adalah Jasmine. Tapi Jasmine tidak menangis. Kami menyimpulkan bahwa yang dimaksud orang itu adalah Asha. Itu berarti, sandal Asha juga diambil sama monyet. OMG...

Waktu Asha mendekati kami, dia terlihat sangat shock. Dia hanya diam, tatapan mata kosong dan badan gemetar. Kasihan..
Untungnya sandalnya kembali dalam keadaan utuh dengan bantuan pawang yang kebetulan ada di sana.

Kami beristirahat sebentar untuk melepas lelah di area yang sepi monyet. Kami pikir kami sudah aman. Tapi ternyata tidak. 

Tiba-tiba ada seekor monyet sudah mendekati saya. Dia langsung mencengkeram dan menarik sandal saya. Saya berusaha menginjak sandal saya sekuat tenaga supaya tidak bisa diambil si monyet. Dia akhirnya menyerah dan menjauh. Kami memutuskan itulah saatnya kami pergi. Saat kami berjalan pergi, dari depan muncul seekor monyet lagi yang tatapan matanya tertuju pada sandal Asha. Saat si Papi menghadangnya, dia bergerak memutar, tapi tujuannya tetap satu, yaitu sandal Asha. Papi langsung mengangkat dan menggendong Asha, barulah saat itu monyetnya menyerah.
Ini sebenarnya ada apa dengan sandal ya?
Heran...




Tujuan berikutnya adalah Pantai Padang-Padang. Tidak seperti tempat wisata yang lain, masuk ke pantai ini gratis tis tis, alias tidak dipungut biaya. Satu-satunya yang harus bayar hanyalah parkir mobilnya sebesar 3ribu saja. Dari pintu masuk, pengunjung harus turun melalui beberapa anak tangga menuju ke pantainya. Masuknya sih tidak masalah, pulangnya itu lho yang ngos-ngosan. Anak tangga itu seperti tidak ada habisnya, hahahaha.. Maklum, orang yang jarang olah raga ya begini ini. 



Pantai ini dipenuhi oleh bule-bule yang sedang berjemur. Berada di pantai ini, saya justru merasa seperti orang asingnya. Bagaimana tidak, sekitar 90 persen pengunjungnya adalah bule, dan dari yang saya tahu, hanya 4 orang termasuk saya yang berjilbab. Menjadi orang yang pakai gamis dan jilbab agak lebar di antara begitu banyak bule berbikini, membuat saya merasa seolah-oleh jadi pusat perhatian, hehehehehe.. Ge eR..

Pemandangannya cantik, ada banyak batu karang besar menghiasi pantainya. Ternyata, di pantai ini banyak monyetnya juga lho. Hanya saja, mereka tidak berani turun ke pantai dan mendekati manusia. Mereka hanya diam di atas pepohonan.  Waktu pulang, saya sempat kaget karena ada seekor monyet di atas pohon yang berlari tepat ke arah saya. Sepertinya dia mengincar botol minuman yang saya pegang. Agak panik juga. Botolnya langsung saya serahkan ke Papi. Begitu sudah dekat, si monyet hanya diam melihat, dia tidak berusaha merebut. Sepertinya monyet di sini tidak senakal dan seberani di Pura Uluwatu.

main pasir lagi dong




Next, waktunya beli oleh-oleh di Krisna. Tempat ini memang menjadi tujuan wisatawan untuk membeli oleh-oleh. Tempatnya luas dan bersih, barang-barangnya banyak dan bervariasi, serta harganya yang cukup wajar menjadi kelebihan tempat ini. Saya membeli kaos untuk keluarga Mas, juga berbagai jajanan untuk orang tua di Kediri dan teman kantor Papi. Dhinta dan Yangti juga banyak membeli oleh-oleh untuk teman-temannya. Kaos anak rata-rata 30ribu. Kaos dewasa 46ribu. Jajanan yang saya beli harganya bervariasi antara 10ribu hingga 25ribu.


Karena sudah capek, kami memutuskan langsung pulang ke hotel, mandi dan beli makan malam di sebuah warung tepat di sebelah hotel. Awalnya kami agak ragu tentang kehalalannya. Tapi kemudian Papi bilang ,"coba kamu lihat di depan warungnya, tidak ada sesaji, berarti InshaAllah aman."
Tapi saya tetap belum yakin. Waktu berjalan dari samping warung, saya cari-cari petunjuk apapun yang bisa menunjukkan bahwa di situ memang halal. Dan ketemulah sebuah tulisan "Musholla ada di belakang" dan juga tulisan kaligrafi Allah SWT. Alhamdulillah aman. Kami pesan 4 porsi mie ayam bakso, 2 es teler dan 2 es jeruk. Rasanya standar saja. Tidak wow, tidak mengecewakan. Bisa jadi pilihan bagi yang mencari makanan halal di daerah situ.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar