Selasa, 24 November 2015

Swimming at sunset

Sejak seminggu yang lalu, kami memang sudah merencanakan untuk liburan ke Surabaya hari Sabtu ini. Yang menjadi incaran adalah Best Western Papilio Hotel.  Hal ini karena, kemarin-kemarin, si Papi pernah melihat daftar harga di hotel itu melalui Traveloka. Dan ada kamar paling murah seharga 420ribuan sudah termasuk sarapan. Lumayan murah kan..

Tapi ketika kami lihat lagi, kamar seharga itu sudah tidak ada. Kamar termurah yang tersedia adalah di harga 580ribu. Hotel bintang 4 yang lain, juga berada di kisaran 600ribu per malam. Jadi kami sempat mengurungkan niat kami, dan mengundurkan jadwal liburan. Tapiii.. Hari Jumat saya iseng-iseng melihat harga hotel di Hotel Quickly, dan ketemulah Best Western Papilio dengan harga 459ribu (sudah dikurangi kredit 60ribu). Langsung deh booking.

view hotel difoto dari kolam renang

Kami datang ke hotel sekitar pukul 3.15 sore setelah sebelumnya jalan-jalan dulu di Cito (yang jaraknya lumayan dekat dengan hotel). Nyampe sana, suasana lobby sangat ramai. Saya langsung menuju meja resepsionis yang tak kalah ramainya. Mbak-mbak resepsionisnya terlihat sangat sibuk, ada yang sedang melayani tamu, ada yang riwa-riwi sambil bawa kertas, ada yang ngecek komputer, pokoknya sibuk sekali. Di depan meja, ada beberapa tamu yang sedang menunggu dengan muka kesal. 

Setelah beberapa menit, saya baru paham situasinya. Di hari kedatangan saya itu, bertepatan dengan beberapa perusahan yang juga booking kamar di situ. Yang saya tahu ada rombongan dari Unilever dan Jawa Pos. Lainnya ada juga dari sebuah tim sepakbola yang sepertinya sedang mengikuti laga Jenderal Sudirman Cup di Sidoarjo (tim mana saya tidak tahu, tapi saya sempat melihat Diego Michell di sana). Terlihat juga rombongan anak-anak lelaki sekitar usia 20tahunan berpakaian kaos hitam-hitam, seperti hendak melihat konser. Oiya, kami juga sempat melihat Duta, Eross dan Adam Sheila on 7 waktu sarapan. Rame banget pokoknya.

Makanya, saya sih jadi maklum kalau pelayanan kamarnya agak lama, lha harus mengatur kamar untuk orang sebanyak itu bersamaan. Tapi itu tidak terlalu masalah karena sembari menunggu, kami bisa bebas makan kue kering dan jus jeruk yang disediakan di lobby. Selain itu, walau seribet apapun, sebanyak apapun dikomplain sama tamu, mbak-mbak resepsionisnya tetap ramah dan selalu tersenyum tulus, membuat hati adem ayem tentrem. Top lah pokoknya..

mari kita habiskan kuenya, hahahahaha...

BTW, waktu saya cek in, saya bertemu dengan mbak-mbak yang cek in juga. Dia bilang, dia juga booking via Hotel Quickly. Dan karena kreditnya banyak, jadi dia dapat harga 100ribu doang.
Wow wow wow wow.. mau doooooong...

Yang jadi kekurangan hotel ini menurut saya adalah, gedung hotel ini sangat tinggi sampai lantai 35, sedangkan lift nya hanya ada 2, itupun mereka bergerak hampir bersamaan. Jadi dalam kasus saya, silakan dibayangkan ya.. 

Saya dari lantai 10, hendak turun ke lantai 7 untuk berenang. Jika saat itu lift berada di lantai 9 dan sedang bergerak turun, berarti saya harus menunggu lift itu turun dulu sampai lantai 1, lalu naik lagi sampai lantai 35, baru kemudian turun lagi dan berhenti di lantai 10. Dua-duanya bergerak seperti itu dan hampir bersamaan, seperti balapan gitu. Bahkan saya dan Papi selalu tebak-tebakan, lift mana yang sampai duluan di lantai kami. Dan itu cukup menyita waktu.


Untuk kamarnya cukup nyaman. Luasnya standar, tidak luas, tidak sempit juga. Perlengkapan mandi lengkap, kopi, teh, gula dan pemanas airnya pun ada. Fasilitas lain ada kulkas, hair dryer, TV kabel, air panas di kamar mandi juga oke, Wifi memuaskan (speed antara 1,5 - 1,8 Mbps). Ada juga jam digital yang bisa dipakai sebagai radio, cukup menghibur.

pemandangan di luar jendela waktu siang dan malam
Yang paling saya sukai di sini adalah kolam renangnya. Posisinya di lantai 7, tepinya dibatasi oleh kaca transparan, jadi bisa menikmati suasana kota Surabaya dengan bebas. Airnya juga tidak bau kaporit. Kami memutuskan berenang di sore hari sambil menikmati sunset. Indahnya... Tidak kalah dengan suasana Bali, hehehehe..

 pemandangan waktu sunset
 
 
 paginya berenang lagi, asiiiiiikkk..


Sarapannya juga sangat beragam. Menu utama ada nasi goreng, spaghetti, fillet ikan, sosis sapi, beef bacon, ayam dan sayur-sayuran. Lalu ada bubur ayam dan soto ayam. Ada menu angkringan seperti tumis kacang panjang bakso, telur bumbu pedas, sate bakso ikan, dll. Ada sereal dengan dua pilihan susu, putih dan coklat. Roti tawar dengan beraneka selai dan keju slice, kue-kue, pizza daging, buah-buah (ada kiwinya juga), puding, yogurt, 5 jenis jus buah, 4 jenis kerupuk, dan lain-lain. Semua makanan yang saya ambil, rasanya oke punya. Haduh, perut sampai penuh, puaaaass..

Ya, kami memang makhluk karnivora :) 

Update tanggal 18 Januari 2016.

Karena kami puas dengan pengalaman pertama kali, jadi kami memutuskan untuk menginap lagi di hotel Best Western Papilio ini untuk kedua kalinya. Kali ini, kami memesan melalui Traveloka. Jenis dan ukuran kamar yang kami dapat sama ya, hanya bedanya, kalau yang kemarin kami dapat view persawahan, kali ini kami dapat kamar dengan view kolam renang dan perkotaan.
Wuaahh.. tambah puas deh..



view siang hari dari kamar

 view malam hari 


Karena kemarin itu tamu hotel tidak sebanyak sebelumnya, jadi waktu yang dihabiskan untuk menunggu lift terasa lebih cepat. Dan kali ini, kami mendapat snack dan teh hangat gratis sebagai camilan pada malam hari.

Dan hasilnya, tetap Recommended...
 

Selasa, 10 November 2015

Hari ketiga di Bali

Pagi hari ini kami agak bersantai-santai dulu, sambil memuaskan hasrat berenang Asha. Air kolamnya cenderung hangat, jadi walaupun berenang lama, badan Asha tidak terlihat menggigil sedikitpun. Rencananya kami berangkat ke tujuan pertama sekalian cek out saja pukul 10 pagi. Tujuan pertama kami adalah Krisna. Kami kembali ke sini karena ada beberapa oleh-oleh yang kemarin belum terbeli. 

Tujuan berikutnya adalah Waterblow. Tapi sebelum itu, cari rumah makan padang dulu di perjalanan untuk makan siang. Ketemulah RM. Minang Damai di Jalan By Pass Ngurah Rai, tepatnya di depan Sinarmas dan SMK Nusa Dua. Makan 5 porsi totalnya 109ribu. Rasanya mantab, memuaskan, recommended..


Untuk ke waterblow, kami juga hanya mengandalkan GPS. Begitu masuk ke Nusa Dua, suasananya sudah berbeda. Kita seolah-olah masuk ke sebuah kawasan elit yang indah, private, rindang, sejuk dan bagus. Hingga akhirnya kami sampai di jalan yang ditutup portal. Ternyata, untuk ke waterblow memang harus jalan kaki dari tempat parkir di samping portal itu. Sepanjang jalan setelah memasuki portal, kami disuguhi pemandangan taman yang indah. Lalu agak ke dalam kita bisa melihat pantai di kanan dan kiri kita. Pantainya sepi, cocok untuk foto-foto. Lalu kami harus melewati sebuah tanah lapang yang luas, kering dan panas. Baru deh sampai di lokasi waterblow. Masuk di sini juga gratis, bahkan parkirnya pun tidak bayar ( karena memang tidak ada tukang parkirnya).


 


 

 

Kami sampai di sana tengah hari, sekitar pukul 1 siang. Mungkin itu bukan waktu yang tepat ya, soalnya waktu itu jarang sekali terjadi "BLOW"nya, alias cipratan air ke atas itu. Sebenarnya ketika terjadi blow, sangat bagus. Hanya saja karena blownya jarang terjadi, jadi terasa sedikit membosankan. Jadi saran saja yang mau ke sana, carilah waktu yang tepat, mungkin pagi hari ya, sebelum jam 9.30, ketika air belum surut. Atau sore di atas jam 4 ketika air mulai naik.





Tujuan kami selanjutnya adalah Pantai Suluban atau Blue Point Beach. Kabarnya, untuk mencapai pantai ini, kami harus jalan menuruni anak tangga yang panjang. Berangkatnya sih mungkin oke ya, pulangnya itu yang ga bisa bayangin. Di Pantai Padang-padang aja ngos-ngosan, apalagi di sini. Jadi, rencananya kami hanya melihat-lihat pemandangan dari atas saja. Tidak perlu turun ke bawah. 

Tapiiiii takdir berkata lain. Jalan yang ditunjukkan mbak GPS ternyata sedang dalam perbaikan, otomatis kami harus putar arah. Karena sepertinya hanya itu jalan ke Pantai Suluban, akhirnya kami menyerah dan berubah tujuan menjadi Pantai Pandawa. Dan anehnya, mbak GPS tetap ngeyel menyarankan lewat jalan rusak itu tadi. Terpaksa lah kami mencari jalan alternatif sendiri, menyusuri jalan tikus yang kecil. Untungnya jalan ini sepi, andaikan kami papasan dengan mobil lain di sini, pasti akan kesulitan. Entah ini jalan yang benar atau tidak, nekat saja, nyasar-nyasar deh gak papa.

Alhamdulillah ga nyasar. Jalannya benar. Begitu ketemu jalan besar, si mbak GPS akhirnya mau memberi rute yang baru. Tapi kemudian, rutenya belok ke sebuah jalan yang sempit sekali. Kami menurut saja, karena kami memang buta arah di sini. Ternyataaaa jalan itu buntu sodara-sodara, kami disuruh putar balik sama orang yang jaga di situ. Kami dikerjain mbak-mbak GPS lagiiiiii... Ini kalo saya ketemu si mbak ini, sudah saya jitak kepalanya.




Ketika mendekati Pantai Pandawa, suasanya mulai terasa. Tebing-tebing di pinggir jalan diratakan, seolah dibentuk rapi, cantik. Di tebing sebelah kiri ada patung masing-masing tokoh Pandawa. Begitu sudah mendekati pantainya, jalannya menjadi bercabang. Kami yang tidak tahu itu, langsung jalan lurus saja. Di sana kami menemukan parkiran mobil yang sepi, hanya ada beberapa mobil saja. Di pantainya juga sepi. Heran, di pantai lain ramai, di sini kok kayak kuburan gini?



Ternyata, pusat keramaian terletak di belokan ke kanan tadi. Di sana mobil yang parkir sangat banyak. Tapi kami bersyukur sudah pergi ke wilayah yang sepi tadi. Enak, sepi, berasa pantai pribadi, hehehehe...

Biaya masuk ke Pantai Pandawa adalah 10ribu per orang, dan 5ribu untuk mobilnya. Tapi yang aneh, kami sudah di charge 40ribu, tapi hanya diberi 3 karcis. Ini orangnya lupa atau dikorupsi? Mungkin aja orangnya lupa ya..





Next, makan di Furama Cafe.
Begitu mendekati kawasan Jimbaran, tiba-tiba hujan turun, gerimis tepatnya. Untungnya cuma sebentar. Kami sampai di lokasi tepat pukul 4 sore, dan gerimis baru saja reda. Semua cafe di sepanjang pantai baru mulai mempersiapkan meja dan kursi, dan kami adalah pelanggan pertama. Karena suasananya masih mendung, Papi memilih bangku di cafenya saja, yang outdoor tapi masih ada atapnya, bukan yang di pantai, khawatir hujan kembali turun (dan ternyata benar gerimis kembali turun sekitar 20 menit kemudian). 

Kami langsung menunjukkan voucher yang sudah kami terima via email ke mbak pramusajinya. Karena kami pelanggan pertama, penyajian makanannya sangat cepat. Untuk rasa, semua cukup enak. Saya paling suka kerangnya, bumbunya mantab. Kekurangannya hanya di cumi goreng tepungnya yang sangat alot sampai tidak bisa dimakan.



Sensasi makan dengan menikmati pemandangan laut cukup menyenangkan. Setelah makan, kami bersantai dulu sementara  Papi dan Jasmine main-main di pantai. Ketika mau kembali, ada turis China yang mendekati Papi dan meminta ijin untuk mengajak Jasmine berfoto.
" Can i take a picture with your daughter?"
" She is so cute. She has a big eyes."

Katanya, neneknya merasa gemas melihat Jasmine yang dari tadi main-main di pantai, dan ingin berfoto dengannya. Setelah berfoto, si pemudi China ini berlari mengejar Papi dan memberikan sejumlah uang. Tentu saja Papi menolak. Tapi walau ditolak bagaimanapun, dia tetap memaksa. Katanya ini pemberian neneknya. Anggap saja kenang-kenangan. Okelah, akhirnya diterima.
Lucu juga mengingat kejadian itu. Biasanya orang kita yang mengajak bule foto, ini turisnya yang mengajak anak lokal foto :)


Berikutnya langsung ke bandara. Menurut saya, Bandara Ngurah Rai ini jauh lebih glamour dari Bandara Juanda. Ini sih lebih mirip mall kelas atas, yang harga makanannya minimal 100ribu per porsi. Gilak.. 

Kata temannya Papi, Lion Air itu apalagi kalau penerbangan malam, PASTI delay. Tapi alhamdulillah jadwal kami tepat waktu, hanya molor 5 menit saja. Justru Garuda yang malam itu mengumumkan delay 1 jam. Karena suasananya sedang mendung bahkan sempat hujan, di dalam pesawat sering terjadi goncangan kecil di sepanjang perjalanan. Baru tanda lepas sabuk pengaman dimatikan, sudah dinyalakan lagi, dan terus dinyalakan sampai turun. Deg-degan dong.. Tapi alhamdulillah kami landing dengan selamat.

Hari kedua di Bali

Untuk mengawali pagi ini kami berencana pergi ke Pulau Penyu. Sebelumnya, kami sudah booking sebuah Glass Bottom Boat di BASUKA watersport via online. Kami sengaja datang sesuai jam buka supaya kondisinya belum ramai. Dan ternyata memang benar, kami adalah pelanggan pertama. 

Begitu datang, kami langsung disambut ramah oleh Mas Gung. Dia menjelaskan detail-detail ke Pulau Penyu, dan jika kami ingin tambah watersport yang lain, kami akan dikenakan sesuai harga online nya, yang mana lebih murah dari harga jika booking langsung. Waktu mau berangkat, Mas Gung memberi kami satu plastik roti tawar. Saya pikir ,"wah, dapat roti nih, lumayan mumpung belum sarapan. Tapi kok semutan gini ya rotinya?"

Ternyata itu roti buat makanan ikan. Hahahahahahahaha...

Cuss.. langsung naik kapal ke Pulau Penyu. Jaraknya sih dekat ya, mungkin hanya ditempuh selama kurang lebih 10 sampai 15 menit saja. Di tengah perjalanan, kami berhenti di satu spot tempat berkumpulnya ikan. Di situ kami mulai memberi makan ikan dengan roti tawar tadi. Ikannya pada berebutan ke atas. Bagus..



Sampai di Pulau Penyu, kami adalah pengunjung pertama yang datang. Suasananya masih sangat sepi. Asiiikk..

Masuk ke dalam kami membayar biaya Rp 10.000 per orang untuk membantu perawatan penyu. Kami ditemani oleh seorang tour guide, yang mengajak kami berkeliling Penyu Farm. Di dalamnya, ada banyak penyu mulai yang kecil usia 3 bulan, sampai yang ukuran besar berumur puluhan tahun. Di sana juga ada binatang lain yang bisa disentuh dan diajak berfoto gratis seperti kelelawar, iguana, burung elang, burung rangkok dan ular phiton.

pengunjung pertama nih..

pintu masuk Turtle Farm

aneka macam penyu berbagai usia

foto dengan penyu, memberi makan penyu, boleh juga nyemplung langsung ke kolamnya..

Setelah berkeliling, sang guide mempersilakan kami duduk-duduk untuk istirahat dulu sambil menawarkan makanan dan minuman. Kami membeli 4 buah kelapa muda utuh yang masing-masing dihargai 25ribu. Mahal juga ya.. Asha naksir sebuah kalung yang dipajang di rak souvenir. Kalungnya sederhana. Talinya hitam polos dengan bandul aneka bentuk. Karena harganya 60ribu per bijinya, kami batal membeli di sana. Kemahalan bo.. Mending beli di Krisna aja deh..

foto dengan aneka binatang

 mari pulaaaang..

Sekembali dari Pulau Penyu, si Papi ingin mencoba parasailing. Itu lho, sensasi menggunakan parasut yang cara terbangnya ditarik oleh sebuah speed boat. Harga yang diajukan Mas Gung adalah 150ribu. Tapi si Papi menolak, karena seingatnya, harga yang tertera di web onlinenya adalah 85ribu. Akhirnya dikasih juga harga 85ribu. Terbangnya sebentar banget. Baru juga terbang, hanya satu putaran, sudah turun lagi. Tapi lumayan sih untuk pengalaman, paling tidak jadi tahu bagaimana sih rasanya parasailing itu.

Siangnya lanjut cari makan siang di sebuah rumah makan padang di daerah Universitas Udayana. Kami dapat rekomendasinya dari sebuah blog juga, katanya di situ murah dan enak. Ketemulah RM. Padang Takana Juo. Tempatnya sempiiit sekali, hanya cukup untuk 4 set meja kursi saja. Kami pesan 4 porsi untuk dimakan di tempat, dengan lauk masing-masing rendang daging, babat, ikan goreng dan ayam goreng. Plus 1 porsi dibungkus nasi dan ayam goreng saja untuk Asha. Minumnya 5 teh botol dan 1 krupuk. Totalnya 100ribu bulat.

Rasanya enak dan memuaskan. Lauknya besar-besar. Babatnya agak alot dikiiitt, tapi masih bisa dikunyah kok, tidak melawan. Overall, recommended..


Misi selanjutnya adalah mencari masjid atau musholla terdekat, atau yang searah dengan tujuan kami berikutnya, yaitu Pura Uluwatu. Dari GPS milik Dhinta, dia menemukan satu masjid di daerah Badung. Oke, kami ke sana.

Tapiiiii.. setelah sampai di tujuan, kami tidak bisa menemukan masjidnya. Akhirnya kami memutuskan lanjut ke Pura Uluwatu sambil mencari masjid selanjutnya. Dan ketemulah sebuah masjid di kawasan Jalan Pantai Jimbaran. Kami pun ke sana. Tapi lagi, setelah kami sampai di lokasi yang dimaksud, ternyata zonk juga. Tidak ada masjid di sana. OMG... kami dibohongi mbak-mbak GPS dua kaliiii..

Dan sampai kami tiba di Pura Uluwatu pun, kami tidak bisa menemukan masjid. Saya sangat suka suasana di sana. Tempatnya luas, puranya cantik, dan yang sangat menonjol adalah kebersihannya. Tempat sampah ada di mana-mana.

Walaupun tulisannya 20ribu untuk dewasa dan 10ribu untuk anak-anak, tapi nyatanya kami hanya dicharge 15ribu untuk dewasa, dan anak-anak free


 




 

Ada kejadian lucu di sini. Jadi ceritanya, rombongan kami berpisah jadi dua grup. Saya bersama Jasmine dan Yangti, sedangkan si Papi bersama Asha dan Dhinta. Waktu grup saya sedang menunggu grup Papi, ada seekor monyet yang mendekati kami. Monyet itu tiba-tiba mendekati Jasmine yang saat itu sedang berdiri dan menarik-narik sepatu kanannya. Karena khawatir kaki Jasmine akan tercakar, saya buru-buru mengangkat dan menggendongnya. Tapi justru itulah yang memudahkan si monyet untuk mengambil sepatu Jasmine. 

Saya dan Yangti hanya bisa menjauh sambil melihat si monyet memain-mainkan dan menggigit-gigiti sepatu Jasmine. Mau diambil kok gigi si monyet tajam-tajam banget ya.. ga berani ah.

Kejadian itu menarik perhatian para bule yang ada di situ. Awalnya hanya ada 2 bule perempuan yang sedang merekam bergantian antara Jasmine dan si monyet. Lalu datang lagi dan lagi, hingga akhirnya ada sekitar 10 orang bule yang berkumpul dan mengerumuni si monyet, yang masih asyik menggigiti sepatu Jasmine. Beberapa bule merekam, dan beberapa bule lainnya mencoba membantu mengambil sepatu itu kembali. Mereka memberi si monyet makanan, tujuannya supaya si monyet mau menukarnya dengan sepatu. Tapi tidak, si monyet mengambil makanan itu dengan tetap memeluk erat sepatunya. Dasar monyet licik !!!!

Saat hiasan berbentuk hati mulai lepas tergigit, saya mulai putus harapan. Haduh, rusak deh.. Tapi bule-bule itu tidak menyerah. Mereka membawa tongkat kecil, mencoba menakut-nakuti si monyet tanpa menyakitinya, tapi tidak mempan. Sampai kemudian bagian lidah sepatunya terlepas juga. Saat itu semuanya, termasuk kami, menyerah karena sepatunya toh sudah rusak. Si bule yang membawa tongkat tadi pergi sambil bilang ke saya ,"it's finished."

 sepatu naas yang sudah sobek dan bolong kena gigitan monyet

Ketika kami hendak pergi, ada seorang pawang yang datang dan membantu kami mengambil kembali sepatu Jasmine. Walaupun agak telat, tapi tidak apa-apa. Kami tetap berterima kasih, karena walau sudah tidak utuh lagi, paling tidak sepatunya masih bisa dipakai.

Kemudian Dhinta bergabung dengan kami. Saat istirahat, ada 2 orang laki-laki yang memberitahu kami ,"mbak, anaknya nangis tuh, sandalnya diambil monyet."
Kami sempat bingung, awalnya kami mengira bahwa yang dimaksud orang itu adalah Jasmine. Tapi Jasmine tidak menangis. Kami menyimpulkan bahwa yang dimaksud orang itu adalah Asha. Itu berarti, sandal Asha juga diambil sama monyet. OMG...

Waktu Asha mendekati kami, dia terlihat sangat shock. Dia hanya diam, tatapan mata kosong dan badan gemetar. Kasihan..
Untungnya sandalnya kembali dalam keadaan utuh dengan bantuan pawang yang kebetulan ada di sana.

Kami beristirahat sebentar untuk melepas lelah di area yang sepi monyet. Kami pikir kami sudah aman. Tapi ternyata tidak. 

Tiba-tiba ada seekor monyet sudah mendekati saya. Dia langsung mencengkeram dan menarik sandal saya. Saya berusaha menginjak sandal saya sekuat tenaga supaya tidak bisa diambil si monyet. Dia akhirnya menyerah dan menjauh. Kami memutuskan itulah saatnya kami pergi. Saat kami berjalan pergi, dari depan muncul seekor monyet lagi yang tatapan matanya tertuju pada sandal Asha. Saat si Papi menghadangnya, dia bergerak memutar, tapi tujuannya tetap satu, yaitu sandal Asha. Papi langsung mengangkat dan menggendong Asha, barulah saat itu monyetnya menyerah.
Ini sebenarnya ada apa dengan sandal ya?
Heran...




Tujuan berikutnya adalah Pantai Padang-Padang. Tidak seperti tempat wisata yang lain, masuk ke pantai ini gratis tis tis, alias tidak dipungut biaya. Satu-satunya yang harus bayar hanyalah parkir mobilnya sebesar 3ribu saja. Dari pintu masuk, pengunjung harus turun melalui beberapa anak tangga menuju ke pantainya. Masuknya sih tidak masalah, pulangnya itu lho yang ngos-ngosan. Anak tangga itu seperti tidak ada habisnya, hahahaha.. Maklum, orang yang jarang olah raga ya begini ini. 



Pantai ini dipenuhi oleh bule-bule yang sedang berjemur. Berada di pantai ini, saya justru merasa seperti orang asingnya. Bagaimana tidak, sekitar 90 persen pengunjungnya adalah bule, dan dari yang saya tahu, hanya 4 orang termasuk saya yang berjilbab. Menjadi orang yang pakai gamis dan jilbab agak lebar di antara begitu banyak bule berbikini, membuat saya merasa seolah-oleh jadi pusat perhatian, hehehehehe.. Ge eR..

Pemandangannya cantik, ada banyak batu karang besar menghiasi pantainya. Ternyata, di pantai ini banyak monyetnya juga lho. Hanya saja, mereka tidak berani turun ke pantai dan mendekati manusia. Mereka hanya diam di atas pepohonan.  Waktu pulang, saya sempat kaget karena ada seekor monyet di atas pohon yang berlari tepat ke arah saya. Sepertinya dia mengincar botol minuman yang saya pegang. Agak panik juga. Botolnya langsung saya serahkan ke Papi. Begitu sudah dekat, si monyet hanya diam melihat, dia tidak berusaha merebut. Sepertinya monyet di sini tidak senakal dan seberani di Pura Uluwatu.

main pasir lagi dong




Next, waktunya beli oleh-oleh di Krisna. Tempat ini memang menjadi tujuan wisatawan untuk membeli oleh-oleh. Tempatnya luas dan bersih, barang-barangnya banyak dan bervariasi, serta harganya yang cukup wajar menjadi kelebihan tempat ini. Saya membeli kaos untuk keluarga Mas, juga berbagai jajanan untuk orang tua di Kediri dan teman kantor Papi. Dhinta dan Yangti juga banyak membeli oleh-oleh untuk teman-temannya. Kaos anak rata-rata 30ribu. Kaos dewasa 46ribu. Jajanan yang saya beli harganya bervariasi antara 10ribu hingga 25ribu.


Karena sudah capek, kami memutuskan langsung pulang ke hotel, mandi dan beli makan malam di sebuah warung tepat di sebelah hotel. Awalnya kami agak ragu tentang kehalalannya. Tapi kemudian Papi bilang ,"coba kamu lihat di depan warungnya, tidak ada sesaji, berarti InshaAllah aman."
Tapi saya tetap belum yakin. Waktu berjalan dari samping warung, saya cari-cari petunjuk apapun yang bisa menunjukkan bahwa di situ memang halal. Dan ketemulah sebuah tulisan "Musholla ada di belakang" dan juga tulisan kaligrafi Allah SWT. Alhamdulillah aman. Kami pesan 4 porsi mie ayam bakso, 2 es teler dan 2 es jeruk. Rasanya standar saja. Tidak wow, tidak mengecewakan. Bisa jadi pilihan bagi yang mencari makanan halal di daerah situ.