Sabtu, 13 Desember 2014

Jogja part 3 - Berburu bakpia dan gudeg

Hari Jumat pagi tetap diawali dengan gerimis kecil. Pukul 6.30 hujan reda, dan Asha langsung berenang dengan gembira. Agenda berikutnya di hari itu adalah berburu bakpia Kurnia Sari.

Sejak hari Selasa, kami sudah sering mendengar kabar bahwa untuk mendapatkan bakpia Kurnia Sari harus pesan beberapa hari sebelumnya. Kalau langsung datang ke sana, pasti akan kehabisan. Setelah mendapatkan nomor telepon Kurnia Sari, kami memesan pada hari Rabu untuk diambil hari Jumat. Dan ternyata, pesanan untuk hari Jumat sudah full !!!! Bisanya untuk hari Sabtu jam 5 sore. Huhuhuhu..

Ketika semangat saya hampir pupus (cailah..), saya menemukan sebuah postingan blog bulan Mei kemarin bahwa ternyata bisa lho membeli di Kurnia Sari secara langsung asalkan datangnya pagi-pagi pas baru buka.

Kurnia Sari mempunyai 3 outlet.
1. Jalan Glagahsari no. 91C telp. (0274) 380502, buka : 08.00 - 17.30
2. Jalan Glagahsari no. 112 telp. (0274) 375030, buka : 08.00 - 20.30
3. Ruko Permai, Pogung Lor no. 6 telp. (0274) 625279 buka : 08.00 - 20.30

Pukul 8 pagi kami berangkat ke outlet pertama. Saat ini outlet sedang ada renovasi, jadi terkesan tutup, padahal sebenarnya tetap buka di belakang. 

Saya baru menyadari kelemahan jika membeli dengan datang langsung, yaitu, untuk pilihan rasanya kita hanya bisa membeli sesuai persediaan. Waktu kami ke sana, rasa susu dan kumbu hitam kosong, mungkin kalau pesan dulu kami bisa mendapatkan dua rasa itu.

Oya, kemarin kami juga sempatkan membeli bakpia Raminten di depan pintu masuk Mirota Batik. Bakpia Raminten memang salah satu bakpia pilihan kami setelah Kurnia Sari. Rasanya enak juga, walaupun tetap bagi kami masih Kurnia Sari yang nomor satu hehehe..

Harga bakpia Raminten isi 20 : 25ribu.
Harga bakpia Kurnia Sari isi 15 : 28.500, isi 20 : 38ribu.

Memang seolah-olah harga Kurnia Sari lebih mahal ya, tapi lihat dulu ukurannya dong. Ukuran satu biji bakpia Kurnia Sari sekitar dua kali lipat ukuran bakpia Raminten. Jadi kalau dihitung-hitung, malah lebih murah Kurnia Sari kayaknya.


Hari Jumat pagi kami membuka kemasan plastik bakpia Raminten untuk dimakan di kamar hotel. Begitu dibuka, bau yang tercium langsung menyengat. Bagi saya, baunya wangi. Tapi bau wanginya seperti pewangi cucian, bukan bau wangi pada makanan. Dan ternyata, bakpianya jamuran, entah karena kadaluarsa atau proses pengepakan yang salah. Padahal selama ini beberapa kali beli bakpia Raminten baik-baik saja. Yah mungkin lagi apesnya kali ya.. 
Akhirnya satu kotak langsung masuk tong sampah. Huhuhuhu..

 bakpia jamuran..



Update :
Awal Januari lalu, gantian adik ipar saya yang jalan-jalan ke Jogja. Dia beli Bakpia 25 isi 20 biji seharga 45ribu. Rasanya enak, ukuran per bijinya berada di tengah-tengah antara Raminten dan Kurnia Sari.

Dalam perjalanan pulang, kami mampir ke Jalan Wijilan untuk membeli gudeg. Di sepanjang jalan tampak berjajar banyak penjual gudeg. Namun tujuan kami satu, yaitu gudeg Yu Djum. 

Gudeg Yu Djum konon adalah gudeg pertama di Jogja. Dulu lokasinya berupa rumah biasa di sebuah jalan kecil, atau lebih tepat disebut gang, tidak terlihat dari jalan. Tapi sekarang cabangnya sudah di mana-mana.

Kami membeli dua paket gudeg dengan wadah kendil seharga @100ribu. Bungkus kardusnya dihargai 5ribu per kotak. Untuk rasa, maaf, jangan tanya saya. Saya tidak suka gudeg, hehehe..

Jogja part 2 - Belalang goreng dan Mirota Batik

Sebelum meninggalkan Gunung Kidul, kami ingin beli oleh-oleh belalang goreng. Katanya sih di sepanjang jalan dekat pantai akan ada banyak penjual. Tapi entah kenapa waktu kami pulang, sekitar pukul 10.30, tidak ada satupun lapak yang buka. Sempat khawatir juga, jangan-jangan ini sedang tidak musimnya. Sayang kan sudah jauh-jauh kemari tidak beli belalang goreng. 

Saya lalu teringat kami tadi melewati sebuah toko oleh-oleh bernama "Walang". Mungkin di sana juga jual belalang goreng. Masa namanya Walang tapi tidak jual belalang? Kan aneh jadinya.
Dan ternyata benar, di sana tersedia belalang goreng. Yeeii...

Kami membeli satu toples belalang goreng seharga 40ribu. Sebenarnya, belalang itu buat oleh-oleh teman sekantornya si Papi, kalau saya mah ga mau, geliii...
Selain itu juga beli Yangko kemasan vakum 24ribu (supaya lebih tahan lama), sandal kecil 13ribu, sandal besar 16ribu.


Lanjut ke Jogja, perjalanan sekitar 2 jam dari Pantai Indrayanti. Kami mampir makan siang di Mbok Mandeg, singkatan dari Mbok Mangan Gudeg, di Jalan Parangtritis. Dari semua pesanan kami, (gudeg, bakmie goreng, paket gurame bakar, dan soto betawi) semuanya memuaskan. Rasa enak, harga juga wajar, sangat recommended. 

Setelah makan siang, langsung cek in ke Maharani Guesthouse di gang Sartono. Kami memilih sebuah kamar Deluxe seharga 450ribu ditambah extra bed 90ribu. Kamarnya cukup luas, bersih, ada kulkasnya juga. Meskipun penampakan hotel dari luar bertema jawa (ukir-ukiran, patung, dsb), tapi ternyata kamarnya sangat modern. Dan yang membuat saya senang, jendelanya langsung mengarah ke taman dan kolam renang. Sarapan di antar ke kamar jam 7 pagi berupa nasi goreng, teh hangat dan potongan buah semangka dan melon. 

pemandangan dari dalam kamar

pemandangan dari luar kamar, kamarnya di lantai bawah bagian tengah


walau habis hujan, tetap semangat untuk berenang..


lompaaaaaattt...


Selfie dulu di jendela kamar..


Jasmine juga ga mau kalah dong... ikutan selfie juga..




Malam harinya kami jalan-jalan ke Mirota batik di Malioboro. Dari awal, kami memang berencana langsung ke Mirota saja, karena harga di sini sudah harga pas, jadi tidak perlu tawar-menawar lagi.
Karena hujan, kami membawa dua buah payung untuk berjalan dari parkiran mobil ke sana. Di pintu masuknya disediakan tempat untuk meletakkan payung yang basah. Dan karena tempat payungnya tidak diorganisir dengan baik, alias asal taruh dan ambil, alhasil payung kami hilang satu. Entah tertukar atau diambil dengan sengaja. Sekedar tips, sembunyikan payung anda di tempat yang paling tersembunyi, atau bawa payung yang bisa dilipat kecil lalu masukkan ke dalam tas kresek atau tas anti air lainnya supaya bisa dibawa masuk.

Yang paling menonjol di Mirota adalah pernak-pernik barangnya yang unik dan beragam. Mulai baju, tas, jajanan, mainan anak, accesories wanita, alat dapur, hiasan rumah, sampai lukisan juga ada. Aduh, sampe gemes saya pengen beli ini itu. Barangnya lucu-lucu. Tapi untungnya saya bisa menahan semua keinginan itu hahahaha..

Akhirnya, saya beli :
1. Bola bekel harga 9ribu, sok-sokan pengen bernostalgia masa kecil, padahal aturan mainnya gimana sudah lupa hehehe..



2. Kipas lipat harga 7.500, ini juga pengen bernostalgia. Dulu waktu saya masih kuliah, ibu saya memberi kipas seperti ini, tapi sekarang sudah hilang. Kipasnya juga praktis kalau mau dibawa kemana-mana.
3. Kaos bergambar Arjuna harga @43ribu untuk Kak Dio dan Kak Adit. Kaosnya sangat lembut, dingin dan tidak kaku.
4. Tas rajut benang nylon harga 135ribu (tas selempang kecil). Di sana banyak tas kain batik lainnya. Tapi karena saya hobi menjahit tas, jadi kalau untuk tas kain daripada beli ya saya mending bikin sendiri hehehehe..
5. Dress batik untuk Asha harga 71ribu.
6. Sandal batik kecil harga 10ribu.


Untuk makan malam kami mencoba bakmie jawa Pak Pele di alun-alun utara (kami dapat rekomendasinya dari sebuah majalah kuliner Jogja). Waktu kami datang, sekitar pukul 20.45, suasana warungnya sangat ramai, banyak mobil dan motor parkir di sekitarnya. Kami sempat kebingungan mencari tempat duduk, selain karena ramainya, juga karena banyak pengunjung yang merokok di sana sini. Walaupun akhirnya dapat juga dengan mengambil kursi kosong dari meja yang lain supaya bisa duduk bersama.

Kami memesan bakmie goreng kuning, bakmie goreng putih (bihun), dan nasi goreng. Pesanan kami datang 30 menit kemudian. Untuk rasanya, memang enak, tapi menurut kami masih lebih enak bakmie goreng di Mbok Mandeg tadi. Jadi bingung kenapa sampai bisa ramai gini. Memang beda lidah beda selera ya.

Jogja part 1 - Main ke Pantai Indrayanti

Hari Rabu kemarin (tanggal 10 Desember), kami sekeluarga berangkat ke Jogja naik mobil. Berangkat dari Kediri jam 7 pagi, sampai Solo jam 11 siang, langsung mampir makan siang RM. Timlo Solo yang berlokasi di jalan Urip Sumoharjo 94. Ini pertama kalinya kami mencicipi timlo. Enak, hampir mirip seperti soto tapi rasanya lebih ringan.

Sebenarnya saya ingin mampir ke Candi Prambanan, tapi karena sudah capek di perjalanan, akhirnya kami memutuskan langsung ke hotel saja. Untuk malam itu kami berencana menginap di hotel Cykaraya di Wonosari. Kamarnya bersih, rapi, air panasnya juga mengalir lancar. Kelemahannya mungkin cuma ukurannya yang kecil, apalagi harus ditambah extra bed, jadi hanya tersisa ruang cukup untuk sholat satu orang saja. Harganya 225ribu dan extra bed 40ribu, dapat sarapan roti bakar dan teh hangat.

Kenapa di Wonosari? Karena eh karena, hari berikutnya kami ingin mengunjungi Pantai Baron. Jadi kalau kami menginap di Jogja, maka kami harus bolak balik ke Jogja dulu lalu ke Gunung Kidul lalu ke Jogja lagi, pasti sangat melelahkan. Makanya dipilihlah lokasi yang dekat dengan pantai.

Rencananya memang kami ingin ke Pantai Baron, tapi kata resepsionis hotelnya, Pantai Baron sekarang terlihat kumuh karena banyak kapal nelayan yang bersandar di sana. Dia menyarankan ke Pantai Indrayanti saja. Oke, kami ke Pantai Indrayanti. 

Tidak seperti hari sebelumnya yang sepanjang hari cuaca cerah, hari Kamis ini dimulai dengan hujan gerimis sejak pagi. Tapi itu tidak menyurutkan niat kami ke pantai. Jarak pantainya dari Wonosari sekitar 20km. Jalannya kecil meliuk-liuk. Waktu perjalanan pulang, kami berhadapan dengan bis pariwisata yang besar. Kedua kendaraan harus berhenti dan saling menepi pelan-pelan supaya bisa lewat. Saya sangat deg-degan saat itu, karena posisi mobil kami berada di tepi sawah yang agak dalam dari aspal, dan tidak ada pengaman di tepinya. Tapi tenang saja, aspal jalannya relatif bagus dan nyaman untuk dilewati. 



Pemandangan di Pantai Indrayanti sangat cantik. Pasir pantainya panjang dan bersih, di kanan dan kiri pantai ada bukit karang yang rendah, jadi berasa ada di Bali hehehe.. Tapi satu yang bikin ngeri, ombaknya agak besar bergulung-gulung. Memang angin sedang bertiup kencang, langit juga mendung dan sesekali gerimis datang. Jadinya tidak bisa maksimal mengambil foto.


Bersantai di gazebo milik restoran Indrayanti. Kalau mau duduk di sini, harus pesan makanan
atau minuman dulu, baru deh bisa santai..



Asha, entah kenapa, tidak berani menyentuh air. Dulu, ketika kami main di Pantai Pasir Putih, dia juga begitu. Awalnya tidak berani, tapi lama-lama senang juga sampai tidak mau pulang. Makanya kami mengira saat itu Asha juga butuh pengenalan dulu. 


 foto di antara bebatuan dan tebing pantai


Jam 10 hujan mulai turun deras, kami langsung melarikan diri ke dalam mobil dan memutuskan untuk cabut ke Jogja. Sampai kami pulang, Asha belum juga mau menyentuh air.

 Awalnya Asha mau menyentuh ombak asalkan saya gandeng tangannya. Ketika ombak kecil pertama datang, tidak ada masalah. Ombak kedua juga tidak masalah. Tapi ombak ketiga agak besar, pasir di kakinya seketika terseret ke laut, dan Asha langsung oling hampir jatuh..


dan dia langsung kabuuurrr..


Akhirnya Asha hanya bermain pasir di dekat gazebo dengan Yangti dan Dik Jasmine :)


Rabu, 03 Desember 2014

Jasmine merangkak dan berdiri sendiri

Jasmine sekarang sudah resmi merangkak :)
Berbeda dari Asha yang dulu merangkak dengan telapak kaki, Jasmine merangkak dengan lutut. Memang sesekali dia menggunakan telapak kakinya untuk maju, tapi yang paling dominan adalah dengan lututnya.

Sekarang Jasmine juga tidak suka kesendirian (cailaahh..) Kalau ditinggal sendiri, dia akan berteriak-teriak memanggil. Bukan menangis ya, tapi berteriak. Dan teriaknya kencang sekali.

Oya, akhir-akhir ini Jasmine sangat suka berdiri. Setiap ada kesempatan dia akan meraih apa saja untuk membantunya berdiri. Nah, tadi Jasmine mulai melepaskan pegangan tangannya ketika berdiri. Rekor paling lama sekitar 2 sampai 3 detik (Tapi belum sempat tertangkap foto)..
Alhamdulillah..